“Memang tingkat kegagalan korporasi itu pada skenario terburuk memang cukup tinggi, mencapai 34 persen dari total utang (luar negeri) swasta,” kata Halim.
Halim menegaskan, potensi default tersebut merupakan kajian BI melalui stress test terburuk dengan indikator nilai tukar rupiah berada di level Rp16.000 per dolar AS. “Tetapi, kami terus mengambil langkah-langkah bagaimana agar tingkat keberutangan korporasi itu bisa dikendalikan,” ujar Halim.
Berdasarkan data BI, hingga akhir 2013 utang luar negeri swasta sudah mencapai US$141 miliar dan utang luar negeri pemerintah sebesar US$124 miliar
Dalam buku Kajian Stabilitas Keuangan yang diluncurkan BI hari ini, analisis ketahanan korporasi tersebut menggunakan metode Altman Z-score. Hasil kajian tersebut juga menyebutkan bahwa jumlah korporasi yang berada di area berisiko cenderung meningkat.
Lebih lanjut Halim mengatakan, banyak cara bagi BI, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dapat mengendalikan utang luar negeri swasta. “Contohnya seperti di beberapa negara, Korea (Selatan) misalnya yang mengharuskan (korporasi) menyediakan dolar AS menjelang hari pembayaran utang,” ujar Halim.
Dengan demikian, ujar Halim, tidak perlu ada larangan bagi korporasi untuk berutang ke luar negeri. “Dia harus mempunyai dolar atau melakukan hedging (lindung nilai) dengan melakukan swap,” katanya.
No comments